Kamis, 07 Desember 2017

Laboratory Safety


Keselamatan  Laboratorium

 Syarat Laboratorium yang Baik
Ruangan laboratorium yang memenuhi standar adalah salah satu faktor untuk menghindari kecelakaan kerja. Syarat tersebut meliputi kondisi ruangan, susunan ruangan, kelengkapan peralatan keselamatan, nomor telepon penting (pemadam kebakaran, petugas medis), dll.
Ruangan laboratorium yang memiliki sistem ventilasi yang baik. Proses keluar masuk udara yang stabil. Sirkulasi udara segar yang masuk ke dalam ruangan. Keduanya harus diperhatikan dengan baik. Semakin baik sirkulasi udara, maka kondisi laboratorium juga akan sehat. Seperti halnya rumah, sirkulasi udara berada pada posisi utama dan tidak dapat dikesampingkan begitu saja.
Ruangan laboratorium harus ditata dengan rapi. Penempatan bahan kimia dan peralatan percobaan harus ditata dengan rapi supaya memudahkan untuk mencarinya. Bila perlu, berikan denah dan panduan penempatan bahan kimia di raknya supaya semakin memudahkan untuk mencari bahan kimia tertentu.
Alat keselamatan kerja harus selalu tersedia dan dalam kondisi yang baik. Terutama kotak P3K dan alat pemadam api. Berikan juga nomor telepon penting seperti pemadam kebakaran dan petugas medis supaya saat terjadi kecelakaan yang cukup parah dapat ditangani dengan segera. Berikan juga lembaran tentang cara penggunaan alat pemadam api dan tata tertib laboratorium.
Laboratorium harus memiliki jalur evakuasi yang baik. Laboratorium setidaknya memiliki dua pintu keluar dengan jarak yang cukup jauh. Bahan kimia yang berbahaya harus ditempatkan di rak khusus dan pisahkan dua bahan kimia yang dapat menimbulkan ledakan bila bereaksi.
2. Tata Tertib Keselamatan Kerja
Aturan umum dalam tata tertib keselamatan kerja adalah sebagai berikut:
Dilarang mengambil atau membawa keluar alat-alat serta bahan dalam laboratorium tanpa seizin petugas laboratorium.
Orang yang tidak berkepentingan dilarang masuk ke laboratorium. Hal ini untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan.
Gunakan alat dan bahan sesuai dengan petunjuk praktikum yang diberikan.
Jangan melakukan eksperimen sebelum mengetahui informasi mengenai bahaya bahan kimia, alat-alat, dan cara pemakaiannya.
Bertanyalah jika Anda merasa ragu atau tidak mengerti saat melakukan percobaan.
Mengenali semua jenis peralatan keselamatan kerja dan letaknya untuk memudahkan pertolongan saat terjadi kecelakaan kerja.
Pakailah jas laboratorium saat bekerja di laboratorium.
Harus mengetahui cara pemakaian alat darurat seperti pemadam kebakaran, eye shower, respirator, dan alat keselamatan kerja yang lainnya.
Jika terjadi kerusakan atau kecelakaan, sebaiknya segera melaporkannya ke petugas laboratorium.
Berhati-hatilah bila bekerja dengan asam kuat reagen korosif, reagen-reagen yang volatil dan mudah terbakar.
Setiap pekerja di laboratorium harus mengetahui cara memberi pertolongan pertama pada kecelakaan (P3K).
Buanglah sampah pada tempatnya.
Usahakan untuk tidak sendirian di ruang laboratorium. Supaya bila terjadi kecelakaan dapat dibantu dengan segera.
Jangan bermain-main di dalam ruangan laboratorium.
Lakukan latihan keselamatan kerja secara periodik.
Dilarang merokok, makan, dan minum di laboratorium.


 Alat Keselamatan Kerja
Di dalam ruang laboratorium harus sudah tersedia seluruh alat keselamatan kerja supaya saat terjadi kecelakaan atau darurat, itu bisa diatasi dengan cepat. Berikut adalah alat-alat keselamatan kerja yang ada di laboratorium. Pastikan semuanya tersedia dan Anda tahu dimana letaknya.
Pemadam kebakaran (hidrant)
Eye washer
Water shower
Kotak P3K (Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan)
Jas Laboratorium
Peralatan pembersih
Obat-obatan
Kapas
Plaster pembalut


 Cara Memindahkan Bahan Kimia
Sebelum memindahkan bahan kimia, hal yang harus dilakukan adalah mengetahui segala informasi tentang bahan kimia yang akan digunakan. Seperti cara membawa, bahaya yang ditimbulkan, dll. Pindahkanlah sesuai kebutuhan dan jangan berlebihan. Bila ada sisa bahan kimia, jangan dikembalikan ke tempatnya semula karena dapat menyebabkan kontaminasi pada bahan kimia.
Untuk memindahkan bahan kimia yang berwujud cair, pindahkan dengan menggunakan batang pengaduk atau pipet tetes. Hindari percikan karena bisa menyebabkan iritasi pada kulit. Jangan menaruh tutup botol diatas meja supaya tutup botol tidak kotor oleh kotoran di atas meja.
Untuk memindahkan bahan kimia yang berwujud padat, gunakan sendok atau alat lain yang tidak terbuat dari logam. Hindari menggunakan satu sendok untuk mengambil beberapa jenis zat kimia supaya terhindar dari kontaminasi.
6. Pembuangan Limbah
Seperti yang kita ketahui bahwa limbah dapat mencemari lingkungan. Maka dari itu, kita perlu menangani limbah tersebut dengan tepat. Untuk limbah kimia hendaknya dibuang di tempat khusus karena beberapa jenis zat kimia sangat berbahaya bagi lingkungan. Buang segera limbah sehabis melakukan percobaan. Sementara limbah lainnya seperti kertas, korek api, dan lainnya dibuang di tempat sampah. Sebaiknya pisahkan limbah organik dan nonorganik supaya pengolahan sampahnya lebih mudah.
7. Penanganan Kecelakaan
Kecelakaan saat kerja biasa terjadi walaupun kita telah bekerja dengan hati-hati. Hal yang paling utama adalah jangan panik dan ikuti prosedur penanganan kecelakaan yang baik dan benar. Cari bantuan petugas laboratorium untuk membantu Anda. Bila perlu, panggil petugas medis atau pemadam kebakaran.
Bila terkena bahan kimia, bersihkan bagian kulit yang terkena bahan kimia sampai bersih. Kulit yang terkena jangan digaruk supaya tidak menyebar. Bawa keluar korban dari laboratorium supaya mendapatkan oksigen. Bila kondisi cukup parah, panggil petugas kesehatan secepatnya.
Bila terjadi kebakaran karena bahan kimia atau korsleting listrik, segera bunyikan alarm tanda bahaya. Jangan langsung disiram dengan air. Gunakan hidran untuk memadamkan api. Hindari menghirup asap. Bila kebakaran meluas, segera panggil petugas pemadam kebakaran.

Sumber : https://hedisasrawan.blogspot.co.id/2013/12/7-prosedur-keselamatan-kerja-di.html


Pengelolaan Limbah Medis


 Pengelolan Limbah Rumah Sakit

Usaha Minimisasi Limbah
Menyeleksi bahan-bahan yang kurang menghasilkan limbah sebelum membelinya.
Menggunakan sedikit mungkin bahan-bahan kimia.
Mengutamakan metode pembersihan secara fisik daripada secara kimiawi.
Mencegah bahan-bahan yang dapat menjadi limbah seperti dalam kegiatan petugas kesehatan dan kebersihan.
Memonitor alur penggunaan bahan kimia dari bahan baku sampai menjadi limbah bahan berbahaya dan beracun.
Memesan bahan-bahan sesuai kebutuhan.
Menggunakan bahan yang diproduksi lebih awal untuk menghindari kadaluarsa.
Menghabiskan bahan dari setiap kemasan.
Mengecek tanggal kadaluarsa bahan pada saat diantar oleh distributor.
Pemilahan Limbah
Dilakukan pemilihan jenis limbah medis mulai dari sumber yang terdiri dari limbah infeksius, limbah patologi, limbah benda tajam, limbah farmasi, sitotoksis, limbah kimiawi, limbah radioaktif, limbah kontainer bertekanan dan dengan kandungan logam berat yang tinggi.
Pemisahan limbah berbahaya dari semua limbah pada tempat penghasil limbah adalah kunci pembuangan yang baik.
Tempat Penampungan Sementara
Bagi rumah sakit yang mempunyai insinerator di lingkungannya harus membakar limbahnya selambat-lambatnya 24 jam.
Bagi rumah sakit yang tidak mempunyai insinerator, maka limbah medis harus dimusnahkan melalui kerjasama dengan rumah sakit lain atau pihak lain yang mempunyai insinerator untuk dilakukan pemusnahan selambat-lambatnya 24 jam apabila disimpan pada suhu ruang.
Transportasi
Kantong limbah medis sebelum dimasukkan ke kendaraan pengangkut harus diletakkan dalam kontainer yang kuat dan tertutu p.
Pengangkutan limbah keluar rumah sakit menggunakan kenderaan khusus.
Kantong limbah medis harus aman dari jangkauan manusia maupun binatang.
Petugas yang menangani limbah, harus menggunakan alat pelindung diri yang terdiri: Topi/helm, Masker, Pelindung mata, Pakaian panjang (coverall), Apron untuk industri, Pelindung kaki/sepatu boot dan sarung tangan khusus (disposable gloves atau heavy duty gloves).


Pengumpulan Limbah Medis
Pengumpulan limbah medis dari setiap ruangan penghasil limbah menggunakan troli khusus yang tertutup.
Penyimpanan limbah medis harus sesuai iklim tropis yaitu pada musim hujan paling lama 48 jam dan musim kemarau paling lama 24 jam.

Persyaratan Pewadahan Limbah Medis Syarat tempat pewadahan limbah medis, antara lain :
Terbuat dari bahan yang kuat, cukup ringan, tahan karat, kedap air, dan mempunyai permukaan yang halus pada bagian dalamnya, misalnya fiberglass.
Di setiap sumber penghasil limbah medis harus tersedia tempat pewadahan yang terpisah dengan limbah non-medis.
Kantong plastik di angkat setiap hari atau kurang sehari apabila 2/3 bagian telah terisi limbah.
Untuk benda-benda tajam hendaknya di tampung pada tempat khusus (safety box) seperti botol atau karton yang aman.
Sayarat benda tajam harus ditampung pada tempat khusus (safety box) seperti botol, jeregen atau karton yang aman.
Tempat pewadahan limbah medis infeksius dan sitotoksik yang tidak langsung kontak dengan limbah harus segera dibersihkan dengan larutan desinfektan apabila akan dipergunakan kembali, sedangkan untuk kantong plastik yang telah di pakai dan kontak langsung dengan limbah tersebut tidak boleh digunakan lagi.
Standar pewadahan dan penggunaan kode dan label limbah medis ini berfungsi untuk memilah-milah limbah diseluruh rumah sakit sehingga limbah dapat dipisah-pisahkan di tempat sumbernya :
Beberapa ketentuan juga memuat hal berikut ini
Bangsal harus memiliki minimal dua macam tempat limbah, satu untuk limbah medis (warna kuning) dan satunya lagi untuk non-medis (warna hitam).
Semua limbah dari kamar operasi dianggap sebagai limbah medis.
Semua limbah dari kantor, biasanya berupa alat-alat tulis, dianggap sebagai limbah non-medis.
Semua limbah yang keluar dari unit patologi harus dianggap sebagai limbah medis dan perlu dinyatakan aman sebelum dibuang.
Sedangkan persyaratan yang ditetapkan sebagai tempat pewadahan limbah non-medis sebagai berikut :
Terbuat dari bahan yang kuat, cukup ringan, tahan karat, kedap air, dan mempunyai permukaan yang halus pada bagian dalamnya, misalnya fiberglass.
Mempunyai tutup yang mudah dibuka dan ditutup tanpa mengotori tangan.
Terdapat minimal 1 (satu) buah untuk setiap kamar atau sesuai dengan kebutuhan.
Limbah tidak boleh dibiarkan dalam wadahnya melebihi 3 x 24 jam atau apabila 2/3 bagian kantong sudah terisi oleh limbah, maka harus diangkut supaya tidak menjadi perindukan vektor penyakit atau binatang pengganggu.

Sumber : http://www.indonesian-publichealth.com/prosedur-pengelolaan-limbah-medis/

Manajemen B3


Manjemen Bahan Berbaya Dan Beracun

Secara umum unsur pengelolaan/manajemen B3 sama dengan unsur manajemen seperti: Perencanaan (Planing), Pengorganisasian (Organizing), Pelaksanaan (Actuating) dan Pengendalian (Controlling).

Pengorganisasian (Organizing) B3 meliputi pemberian wewenang dan tanggung jawab kepada personel yang tepat baik sebagai pengelola, pemakai, maupun pengawas.

Pelaksanaan (actuating) B3 harus menggunakan prosedur dan instruksi yang telah ditetapkan. Selain itu setiap kegiatan yang dilakukan harus ada rekaman yang mencatat kegiatan tersebut untuk memantau status keberadaan B3, penggunaan, dan interaksinya.

Pengendalian (controlling) B3 merupakan unsur manajemen yang harus diterapkan pada setiap unsur-unsur yang lain yakni mulai dari perencanaan, pengorganisasian (organizing), dan pelaksanaan (actuating). Controlling dapat dilakukan dengan cara inspeksi dan audit terhadap dokumen dan rekaman yang ada.

Secara umum bahan tersebut dapat digolongkan menjadi 5 (lima) yaitu :
1. Bahan mudah terbakar.(Flammable Substance): yaitu bahan yang mudah bereaksi dengan oksigen dan menimbulkan kebakaran.
2. Bahan mudah meledak (Explosives): yaitu bahan kimia padat, cair atau campuran keduanya yang karena suatu reaksi kimia dapat menghasilkan gas dalam jumlah dan tekanan yang besar disertai suhu tinggi sehingga dapat menimbulkan ledakan.
3. Bahan reaktif terhadap air/ asam: yaitu bahan kimia yang amat mudah bereaksi dengan air disertai pengeluaran panas dan gas yang mudah terbakar, dan disertai ledakan.
     4. Bahan beracun: yaitu bahan kimia yang dalam konsentrasi tertentu akan      dapat       menimbulkan gangguan kesehatan terhadap manusia.
5.  Gas bertekanan: yaitu gas yang disimpan dalam tekanan tinggi baik gas yang ditekan , gas cair, atau gas yang dilarutkan dalam pelarut dibawah tekanan.
Pengendalian (Controlling) Pengendalian dalam manajemen B3 dapat dilakukan dengan inspeksi, audit maupun pengujian mulai dari perencanaan, hingga pelaksanaan. Pengawasan ini dapat dilakukan oleh manajemen yang memiliki tugas pengawasan terhadap seluruh kegiatan organisasi maupun oleh manajemen yang lebih tinggi terhadap manajemen di bawahnya sebagai pengawasan melekat, sehingga segala sesuatu kegiatan yang berkaitan dengan B3 berjalan sesuai dengan kebijakan dan peraturan/prosedur yang telah ditetapkan.

Sumber : http://lutfiriyadi-0076.blogspot.co.id/2015/07/manajemen-bahan-kimia-berbahaya-dan.html

Pengendalian Bahan Infeksius


Pengendalian Bahan Infeksius

Proses terjadinya infeksi bergantung kepada interaksi antara suseptibilitas penjamu, agen infeksi (pathogenesis, virulensi dan dosis) serta cara penularan. Identifikasi factor resiko pada penjamu dan pengendalian terhadap infeksi tertentu dapat mengurangi insiden terjadinya infeksi (HAIs), baik pada pasien ataupun pada petugas kesehatan.
Strategi pencegahan dan pengendalian infeksi terdiri dari:
Peningkatan daya tahan penjamu, dapat  pemberian imunisasi aktif (contoh vaksinasi hepatitis B), atau pemberian imunisasi pasif (imunoglobulin). Promosi kesehatan secara umum termasuk nutrisi yang adekuat akan meningkatkan daya tahan tubuh.
Inaktivasi agen penyebab infeksi, dapat dilakukan  metode fisik maupun kimiawi. Contoh metode fisik adalah pemanasan (pasteurisasi atau sterilisasi) dan memasak makanan seperlunya. Metode kimiawi termasuk klorinasi air, disinfeksi.
Memutus mata rantai penularan. Merupakan hal yang paling mudah untuk mencegah penularan penyakit infeksi, tetapi hasilnya bergantung kepeda ketaatan petugas dalam melaksanakan prosedur yang telah ditetapkan.
Tindakan pencegahan ini telah disusun dalam suatu “Isolation Precautions” (Kewaspadaan Isolasi) yang terdiri dari 2 pilar/tingkatan, yaitu “Standard Precautions” (Kewaspadaan Standar) dan “Transmission based Precautions” (Kewaspadaan berdasarkan cara penularan)
Tindakan pencegahan paska pajanan (“Post Exposure Prophylaxis”/PEP) terhadap petugas kesehatan. Berkaitan  pencegahan agen infeksi yang ditularkan melalui darah atau cairan tubuh lainnya, yang sering terjadi karena luka tusuk jarum bekas pakai atau pajanan lainnya. Penyakit yang perlu mendapatkan perhatian adalah hepatitis B, Hepatitis C, dan HIV.
Harus dihindarkan transfer mikroba pathogen antar pasien dan petugas saat perawatan pasien rawat inap, perlu diterapkan hal-hal berikut :
Kewaspadaan terhadap semua darah dan cairan tubuh ekskresi dan sekresi dari seluruh pasien
Dekontaminasi tangan sebelum dan sesudah kontak diantara pasien satu  lainnya
Cuci tangan setelah menyentuh bahan infeksius (darah dan cairan tubuh)
Gunakan teknik tanpa menyentuh bila memungkinkan terhadap bahan infeksius
Pakai sarung tangan saat atau kemungkinan kontak  darah dan cairan tubuh serta barang yang terkontaminasi, disinfeksi tangan segera setelah melepas sarung tangan. Ganti sarung tangan antara pasien.
Penanganan limbah feses, urine, dan sekresi pasien lain di buang ke lubang pembuangan yang telah disediakan, bersihkan dan disinfeksi bedpan, urinal dan obtainer/container pasien lainnya.
Tangani bahan infeksius sesuai Standar Prosedur Operasional (SPO)
Pastikan peralatan, barang fasilitas dan linen pasien yang infeksius telah dibersihkan dan didisinfeksi  benar.

Sumber : https://ansharcaniago.wordpress.com/2013/04/14/pencegahan-dan-pengendalian-infeksi-terkait-pelayanan-kesehatan-di-lahan-praktik/

Penanggulangan Kebakaran


Manajemen Penanggulangan Kebakaran

Ancaman bahaya yang umum terjadi pada suatu bangunan adalah kebakaran. Oleh sebab itu dalam menyoroti suatu bangunan khususnya dari sisi bahaya kebakaran, maka bangunan tersebut jangan dilihat hanya suatu produk yang sudah jadi. Bangunan dari sisi kebakaran harus dilihat sebagai hasil dari suatu proses yang akan diamanfaatkan oleh orang banyak. Dengan begitu akan dapat diketahui bahwa dalam mewujudkan suatu bangunan sampai dengan difungsikan banyak sekali pihak yang terlibat serta diaplikasikannya persyaratan peraturan dan standar yang berlaku.
Risiko kebakaran yang terjadi pada suatu bangunan dapat berakibat sangat fatal, diantaranya terhentinya kegiatan usaha. Bahkan suatu perusahaan sampai menutup usahanya karena seluruh fasilitanya terbakar. Upaya penanggulangan kebakaran pada suatu bangunan tidak semudah membalik tangan, namun membutuhkan metode, proses dan konsistensi dalam aplikasinya. Masih adanya sudut pandang masyarakat yang berfikir bahwa kejadian kebakaran hanya dipandang sebagai suatu musibah yang dapat terjadi kapan saja, dimana saja dan kepada siapa saja. Fakta ini agaknya menjadi fenomena tersendiri dalam meningkatkan kepedulian terhadap bahaya kebakaran. Adanya pandangan demikian mengakibatkan tidak dilakukannya upaya pencegahan kebakaran dalam aktifitas sehari-hari karena beranggapan musibah itu akan tetap terjadi.
Oleh karena itu cara pandang bahwa risiko bahaya kebakaran adalah sebagai musibah harus diubah bahwa bahaya kebakaran yang terjadi adalah karena keteledoran manusia. Manusia sebagai penyebab utama timbulnya kebakaran karena keteledoran, kesengajaan, kurangnya pengetahuan, kelalaian, kesalahan dalam perancangan, kurangnya pengawasan dan lain-lain. Ada pepatah yang berbunyi kecil menjadi kawan besar menjadi lawan, itulah api. Pesatnya pertumbuhan dan perkembangan bangunan dengan berbagai tipe hunian saat ini membawa konsekuensi terhadap risiko bahaya kebakaran. Namun disisi lain banyak bangunan gedung bahkan gedung pencakar langit yang belum menyadari sepenuhnya akan risiko bahaya kebakaran yang kemungkinan terjadi. Kondisi ini dapat dilihat dari kurang diaplikasikannya peraturan dan standar teknis bidang kebakaran yang berlaku saat ini. Bangunan yang baik adalah bangunan yang memenuhi semua persyaratan yang meliputi: persyaratan keandalan secara teknis, persyaratan Arsitektur bangunan berkaitan dengan estetika gedung, persyaratan fungsi penggunaan gedung yang harus dipenuhi agar bangunan dapat digunakan secara optimal, persyaratan lingkungan yang berati keberadaan bangunan harus serasi dengan lingkungan sosialnya.

Salah satu dari persyaratan keandalan teknis pada bangunan gedung adalah keandalan bangunan terhadap kemampuannya menanggulangi risiko bahaya kebakaran. Dalam hal ini tidak sebatas dipasangnya sistem proteksi kebakaran pada saat selesai dibangun saja. Untuk dapat terus menerus memenuhi semua persyaratan penanggulangan kebakaran pada bangunan, maka keandalannya bangunan tetap harus dipertahankan sepanjang bangunan tersebut masih difungsikan. Karena itu pemeriksaan, pengujian serta perawatan harus dilakukan secara berkala. Prinsip utamanya bangunan tersebut harus mampu menghadapi kemungkinan risiko bahaya kebakaran secara mandiri dan tidak hanya mengandalkan bantuan dari luar bangunan. Upaya penanggulangan kebakaran telah lama dianggap sebagai urusan petugas Dinas Pemadam Kebakaran dan Penyelamatan, hal ini karena ada anggapan apabila terjadi kebakaran maka tinggal menghubungi Dinas Pemadam Kebakaran dan menunggu kedatangganya dengan segenap peralatan. Pengelola bangunan tidak dapat hanya mengandalkan respon dari Dinas Pemadam Kebakaran (DPK) saja dalam menanggulangi kebakaran, hal ini karena semakin lama kebakaran di tanggapi maka kemungkinan akan mengakibatkan efek yang lebih merugikan menjadi semakin besar. Pemahaman mengenai penanggulangan kebakaran saat ini terus berkembang yaitu akan lebih efektif bila pada bangunan disediakan sistem proteksi kebakaran beserta pengelolaanya.
Sumber : http://www.lsp-pk.or.id/index.php/2016/08/02/manajemen-penanggulangan-kebakaran/

Penanganan Gas Bertekana


 Penanganan dan Perawatan Terkait Resiko Bahaya

A. Tabung Gas Bertekanan
Tabung gas bertekanan bisa berbahaya apabila penangannya tidak sesuai, penanganan yang tepat membutuhkan keahlian khusus. Beberapa jenis tabung gas bertekanan antara lain : – Mudah terbakar – Tdk mudah terbakar – Oksidator – Gas beracun
Agar kita bekerja dengan aman PASTIKAN ADA LABEL YANG JELAS DARI INSTANSI yang berwenang (Asosiasi industri gas, perindustrian, perhubungan ataupun tenaga kerja). Sebelum kita bekerja dengan tabung gas bertekanan dalam jenis apapun pastikan kita sudah mengetahui potensi bahayanya serta prosedur keselamatan saat menggunakannya. Jangan pernah ber-asumsi jenis gas dalam tabung jika tidak ada labelnya. Jangan pernah percaya pada warna tabung, jika perlu kembalikan pada pemasok bila tidak ada labelnya.
LABELING Warna pada label menunjukkan sifat bahayanya Merah : Mudah terbakar / Flammable Hijau : Tidak mudah terbakar / non Flammable Kuning : Oksidator Putih : Beracun Demi keselamatan, sebelum menggunakan tabung bertekanan baca MSDS-nya terlebih dahulu.
GAS MUDAH TERBAKAR Yang termasuk gas mudah terbakar adalah propane, buthane, ethylene oksida, hydrogen, acetilen, dll. Pada dasarnya gas-gas tersebut akan menyala bila bertemu dengan sumber api (rokok, alat pengelasan, percikan penggerindaan) dan udara. Karena berat jenis gas mudah terbakar lebih ringan dari udara gas-gas tersebut bisa terakumulasi di bagian atas sehingga sangat berbahaya pada pekerjaan confined spaces. Persenyawaan udara, hidrogen dan sumber api hasilnya adalah ledakan. Hal yang sama persenyawaan oksigen dan asetilen dapat menyebabkan ledakan pada ruang tertutup. Gas asetilen harus mempunyai safety valve yang akan membantu untuk melepaskan gas saat tekanan tabung tersebut naik ketika terbakar.
GAS TIDAK MUDAH TERBAKAR Yang termasuk gas yang tidak mudah terbakar adalah nitrogen, helium. Oksigen untuk pernafasan tidak boleh diganti dengan oksigen murni karena dapat menyebabkan ledakan. Membersihkan badan / menghilangkan debu dengan udara bertekanan juga bisa menyebabkan ledakan / api. CO2 dengan konsentrasi >10% menyebabkan sesorang pingsan atau meninggal tidak peduli berapapun konsentrasi udara di area tersebut. CO2 cair yang dilepaskan ke atmosfir bisa menyebabkan kebekuan mata ataupun kulit. CO2 harus disimpan pada tempat yang cukup ventilasi udaranya. Nitrogen oksida mempunyai bau dan rasa yang manis digunakan sebagai gas pembiusan bisa menimbulkan kematian bila ditempatkan pada tempat yang mengandung gas murni seperti oksigen di udara. Membuang gas merupakan aktifitas berbahaya, harus dilakukan pada ruang terbuka dan jauh dari manusia serta bahan-bahan yang mudah terbakar
OKSIDATOR Salah satu gas yang tergolong sebagai oksidator adalah oksigen. Sifat oksigen bisa diketahui warna label kuning pada tabung. Bahan yang tidak mudah terbakar diudara bisa terbakar dengan banyaknya atau bertambahnya kadar oksigen di udara / atmosfir. Oksigen yang ditambahkan pada bahan berminyak bisa menyebabkan timbulnya api, hindarkan bahan yang mengandung oli seperti sarung tangan yang kotor oleh oli, pemberian oli pada regulator oksigen. Jangan pernah memindahkan regulator oksigen pada tabung gas yang mudah terbakar sebelum dibersihkan oleh personil yang berkompeten.
GAS BERACUN Yang termasuk gas beracun adalah seperti amonia, sulfur dioksida, chlorin, dll. Jika gas-gas tersebut terhirup oleah manusia maka gas beracun tersebut akan masuk ke seluruh tubuh tegantung pada kadar racun yang masuk. Gas-gas beracun bisa menimbulkan kematian jika ditangani dengan tidak tepat. Baca dengan teliti MSDS sebelum menggunakan gas beracun karena pada MSDS dijelaskan potensi bahaya, batas paparan, cara menyimpan, cara penanganan apabila terjadi kebocoran, pertolongan pertama, dll.
PENANGANAN TABUNG BERTEKANAN Memiliki berbagai macam tabung bertekanan kita harus mengetahui prosedur keselamatan tiap tiap tabung tersebut. Jangan pernah menempatkan tabung pada udara panas yang dapat meningkatkan tetekanan dalam tabung. Siapkan troli khusus yang digunakan saat mengangkat tabung. Jika tabung terlalu berat diangkat mintalah bantuan rekan untuk mengangkatnya, jangan menyeret atau menariknya di atas tanah / lantai. Tabung disimpan dengan aman agar tidak terjatuh / terbentur dinding. Tabung mudah terbakar harus disimpan sejauh 6 meter dari oksidator. Simpan tabung kosong dengan tabung yang berisi. Jangan pernah menyimpan / meletakkan tabung di area terbuka yang terkena sinar matahari secara langsung atau sumber panas lainnya. Karena tabung terbuat dari logam, jangan pernah menyimpan dekat sumber listrik / panel listrik.
REGULATOR Regulator merupakan vitur keselamatan yang sangat penting yang dirancang untuk menutup gas, alat tersebut harus kencang, bersih dan juga tidak retak. Jangan pernah memaksa membuka sambungan, kita harus mengikuti prosedur keselamatan. Kecuali untuk digunakan regulator harus ditutup dengan baik. Saat tabung digunakan buka regulatornya dan jauhkan dari pekerja disekitas saat membukanya. Saat memindahkan tabung regulator harus dilepas dari tabung, memegang regulator saat mengangkat / memindahkan tabung sangat berbahaya karena apabila regulator / main valve patah tabung dapat melesat ke udara dengan tekanan tinggi, untuk itulah sebabnya ketika tidak digunakan penutup tabung harus selalu terpasang.
Sumber : https://nuruddinmh.wordpress.com/2012/03/13/keselamatan-pada-tabung-gas-bertekanan/

Penggunaan APD


Penggunaan Alat Pelindung Diri

Alat Pelindung Diri adalah alat-alat yang mampu memberikan perlindungan terhadap bahaya-bahaya kecelakaan (Suma’mur, 1991). Atau bisa juga disebut alat kelengkapan yang wajib digunakan saat bekerja sesuai bahaya dan risiko kerja untuk menjaga keselamatan pekerja itu sendiri dan orang di sekelilingnya.
APD dipakai sebagai upaya terakhir dalam usaha melindungi tenaga kerja apabila usaha rekayasa (engineering) dan administratif tidak dapat dilakukan dengan baik. Namun pemakaian APD bukanlah pengganti dari usaha tersebut, namun sebagai usaha akhir.
Alat Pelindung Diri harus mampu melindungi pemakainya dari bahaya-bahaya kecelakaan yang mungkin ditimbulkan, oleh karena itu, APD dipilih secara hati-hati agar dapat memenuhi beberapa ketentuan yang diperlukan. Menurut ketentuan Balai Hiperkes, syarat-syarat Alat Pelindung Diri adalah :
APD harus dapat memberikan perlindungan yang kuat terhadap bahaya yang spesifik atau bahaya yang dihadapi oleh tenaga kerja.
 Berat alat hendaknya seringan mungkin dan alat tersebut tidak menyebabkan rasa ketidaknyamanan yang berlebihan.
 Alat harus dapat dipakai secara fleksibel.
Bentuknya harus cukup menarik.
Alat pelindung tahan untuk pemakaian yang lama.
Alat tidak menimbulkan bahaya-bahaya tambahan bagi pemakainya yang dikarenakan bentuk dan bahayanya yang tidak tepat atau karena salah dalam menggunakannya.
Alat pelindung harus memenuhi standar yang telah ada.
Alat tersebut tidak membatasi gerakan dan persepsi sensoris pemakainya.
Suku cadangnya harus mudah didapat guna mempermudah pemeliharaannya.
Alat Pelindung Diri di bagi menjadi 3 kelompok yaitu:
1. APD bagian kepala meliputi :
Alat Pelindung Kepala : Alat ini adalah kombiansi dari alat pelindung mata,pernapasan dan mata contohnya Topi Pelindung/Pengaman (Safety Helmet), Tutup Kepala, Hats/cap, Topi pengaman.
Alat Pelindung Kepala Bagian Atas : Topi Pelindung/Pengaman (Safety Helmet),
Alat Pelindung Muka : Safety Glasses, Face Shields, Goggles.
Alat Pelindung Pengliahatan : Kaca Mata
Alat Pelindung Telinga : Tutup Telinga (Ear muff ), Sumbat Telinga (Ear plugs).
Alat Pelindung Pernafasan : Masker, Respirator.
2. APD bagian badan meliputi :
Alat Pelindung Seluruh Badan : jas laboratorium
Alat Pelindung Badan Bagian Muka : Apron
Alat Pelindung Bagian Dada : Rompi Pelindung
3. APD bagian anggota badan meliputi :
Alat Pelindung Tangan : Sarung Tangan (Safety Gloves).
Alat Pelindung Kaki : sepatu bot.
 Cara Memilih dan Merawat Alat Pelindung Diri  1. Cara memilih
Sesuai dengan jenis pekerjaan dan dalam jumlah yang memadai.
Alat Pelindung Diri yang sesuai standar serta sesuai dengan jenis pekerjaannya harus selalu digunakan selama mengerjakan tugas tersebut atau selama berada di areal pekerjaan tersebut dilaksanakan.
Alat Pelindung Diri tidak dibutuhkan apabila sedang berada dalam kantor, ruang istirahat, atau tempat-tempat yang tidak berhubungan dengan pekerjaannya.
Melalui pengamatan operasi, proses, dan jenis material yang dipakai.
2. Cara merawat
Meletakkan Alat pelindung diri pada tempatnya setelah selesai digunakan.
Melakukan pembersihan secara berkala.
Memeriksa Alat pelindung diri sebelum dipakai untuk mengetahui adanya kerusakan atau tidak layak pakai.
Memastikan Alat pelindung diri yang digunakan aman untuk keselamatan jika tidak sesuai maka perlu diganti dengan yang baru.
Dijaga keadaannya dengan pemeriksaan rutin yang menyangkut cara penyimpanan, kebersihan serta kondisinya.
Apabila dalam pemeriksaan tersebut ditemukan alat helm kerja yang kualitasnya tidak sesuai persyaratan maka alat tersebut ditarik serta tidak dibenarkan untuk dipergunakan
Secara spesifik sebagai berikut
Helm Safety/ Helm Kerja (Hard hat)
Helm kerja dijaga keadaannya dengan pemeriksaan rutin yang menyangkut cara penyimpanan, kebersihan serta kondisinya oleh manajemen lini.
Apabila dalam pemeriksaan tersebut ditemukan alat helm kerja yang kualitasnya tidak sesuai persyaratan maka alat tersebut ditarik serta tidak dibenarkan untuk dipergakan (retak-retak, bolong atau tanpa system suspensinya).
Setiap manajemen lini harus memiliki catatan jumlah karyawan yang memiliki helm kerja dan telah mengikuti training.
Kacamata Safety (Safety Glasses)
Kacamata safety dijaga keadaannya dengan pemeriksaan rutin yang menyangkut cara penyimpanan, kebersihan serta kondisinya oleh manajemen lini.
Apabila dalam pemeriksaan tersebut ditemukan kacamata safety yang kualitasnya tidak sesuai persyaratan maka alat tersebut ditarik serta tidak dibenarkan untuk dipergunakan.
Penyimpanan masker harus terjamin sehingga terhindar dari debu, kondisi yang ekstrim (terlalu panas atau terlalu dingin), kelembaban atau kemungkinan tercemar bahan-bahan kimia berbahaya.
Setiap manajemen lini harus memiliki catatan jumlah karyawan yang memiliki kacamata safety dan telah mengikuti training.
Sepatu Safety (Safety Shoes)
Sepatu safety dijaga keadaannya dengan pemeriksaan rutin yang menyangkut cara penyimpanan, kebersihan serta kondisinya oleh manajemen lini.
Apabila dalam pemeriksaan tersebut ditemukan sepatu safety yang kualitasnya tidak sesuai persyaratan maka alat tersebut ditarik serta tidak dibenarkan untuk dipergunakan.
Setiap manajemen lini harus memiliki catatan jumlah karyawan yang memiliki sepatu safety dan telah mengikuti training.
Masker/ Perlindungan Pernafasan (Mask/ Respiratory Protection)
Pelindung pernafasan dijaga keadaannya dengan pemeriksaan rutin yang menyangkut cara penyimpanan, kebersihan serta kondisinya.
Apabila dalam pemeriksaan tersebut ditemukan alat pelindung pernafasan yang kualitasnya tidak sesuai persyaratan maka alat tersebut ditarik serta tidak dibenarkan untuk dipergunakan.
Kondisi dan kebersihan alat pelindung pernafasan menjadi tanggung jawab karyawan yang bersangkutan,
Kontrol terhadap kebersihan alat tersebut akan selalu dilakukan oleh managemen lini.
Sarung tangan
Sarung tangan dijaga keadaannya dengan pemeriksaan rutin yang menyangkut cara penyimpanan, kebersihan serta kondisinya oleh manajemen lini.
Apabila dalam pemeriksaan tersebut ditemukan sarung tangan yang kualitasnya tidak sesuai persyaratan maka alat tersebut ditarik serta tidak dibenarkan untuk dipergunakan.
Penyimpanan sarung tangan harus terjamin sehingga terhindar dari debu, kondisi yang ekstrim (terlalu panas atau terlalu dingin), kelembaban atau kemungkinan tercemar bahan-bahan kimia berbahaya.
Sumber : https://tonimpa.wordpress.com/2013/04/25/makalah-alat-pelindung-diri-apd/

Peran Perawat dalam K3

MAKALAH  KESEHATAN KESELAMATAN KERJA  DI RUMAH SAKIT  ( K3RS )

D
I
S
U
S
U
N

OLEH
MARNALA NATALIA BR SIHOTANG
161101128
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Peran Perawat Dalam Pelaksanan K3RS
A.    Pengertian K3 (Kesehatan dan Keselamatan Kerja)
            Menurut Sumakmur (1988) kesehatan kerja adalah spesialisasi dalam ilmu kesehatan/ kedokteran beserta prakteknya yang bertujuan, agar pekerja/ masyarakat pekerja beserta memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-tingginya, baik fisik, atau mental, maupun sosial, dengan usaha-usaha preventif dan kuratif, terhadap penyakit-penyakit/ gangguan-gangguan kesehatan yang diakibatkan faktor-faktor pekerjaan dan lingkungan kerja, serta terhadap penyakit-penyakit umum.
            Dalam pasal 86 UU No.13 tahun 2003, dinyatakan bahwa setiap pekerja atau buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja, moral dan kesusilaan dan perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat serta nilai-nilai agama. Untuk mengantisipasi permasalahan tersebut, maka dikeluarkanlah peraturan perundangan-undangan di bidang keselamatan dan kesehatan kerja sebagai pengganti peraturan sebelumnya yaitu Veiligheids Reglement, STBl No.406 tahun 1910 yang dinilai sudah tidak memadai menghadapi kemajuan dan perkembangan yang ada.
Peraturan tersebut adalah Undang-undang No.1 tahun 1970 tentang keselamatan kerja yang ruang lingkupnya meliputi segala lingkungan kerja, baik di darat, didalam tanah, permukaan air, di dalam air maupun udara, yang berada di dalam wilayah kekuasaan hukum Republik Indonesia. Undang-undang tersebut juga mengatur syarat-syarat keselamatan kerja dimulai dari perencanaan, pembuatan, pengangkutan, peredaran, perdagangan, pemasangan, pemakaian, penggunaan, pemeliharaan dan penyimpanan bahan, barang produk tekhnis dan aparat produksi yang mengandung dan dapat menimbulkan bahaya kecelakaan. Keselamatan kerja sama dengan Hygiene Perusahaan. Kesehatan kerja memiliki sifat sebagai berikut :
1..      Sasarannya adalah manusia
  2.      Bersifat medis.
     Sedangkan keselamatan kerja memiliki sifat sebagai berikut :
1.      Sasarannya adalah lingkungan kerja
2.      Bersifat teknik.
Pengistilahan Keselamatan dan Kesehatan kerja (atau sebaliknya) bermacam macam; ada yang menyebutnya Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja (Hyperkes) dan ada yang hanya disingkat K3, dan dalam istilah asing dikenal Occupational Safety and Health.


B.     Tujuan K3
   Tujuan umum dari K3 adalah menciptakan tenaga kerja yang sehat dan produktif. Tujuan hyperkes dapat dirinci sebagai berikut (Rachman, 1990) :
a.  Agar tenaga kerja dan setiap orang berada di tempat kerja selalu dalam keadaan sehat dan selamat.
b.  Agar sumber-sumber produksi dapat berjalan secara lancar tanpa adanya hambatan.


C.   Konsep Perawat sebagai Tenaga Kesehatan
            Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau ketermpilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan, baik berupa pendidikan gelar-D3, S1, S2 dan S3-; pendidikan non gelar; sampai dengan pelatihan khusus kejuruan khusus seperti Juru Imunisasi, Malaria, dsb., dan keahlian. Hal inilah yang membedakan jenis tenaga ini dengan tenaga lainnya. Hanya mereka yang mempunyai pendidikan atau keahlian khusus-lah yang boleh melakukan pekerjaan tertentu yang berhubungan dengan jiwa dan fisik manusia, serta lingkungannya.
            Dalam hal ini,perawat memegang peranan yang cukup besar dalam upaya pelaksanaan dan peningkatan K3. Sedangkan dalam pelaksanaannya, perawat tidak dapat bekerja secara individual. Perawat perlu untuk berkolaborasi dengan pihak-pihak lintas profesi maupun lintas sektor.


D.     Peran perawat dalam meningkatkan K3 (Kesehatan dan Keselamatan Kerja)
            Fungsi seorang perawat hiperkes sangat tergantung kepada kebijaksanaan perusahaan dalam hal luasnya ruang lingkup usaha kesehatan, susunan dan jumlah tenaga kesehatan yang dipekerjakan dalam perusahaan. Perawat merupakan satu-satunya tenaga kesehatan yang full time di perusahaa, maka fungsinya adalah :
1.      Membantu dokter perusahaan dalam menyusun rencana kerja hiperkes di perusahaan
2.       Melaksanakan program kerja yang telah digariskan, termasuk administrasi kesehatan kerja.
3.      Memelihara dan mempertinggi mutu pelayanan perawatan dan pengobatan
4.       Memelihara alat-alat perawatan, obat-obatan dan fasilitas kesehatan perusahaan.
5.      Membantu dokter dalam pemeriksaan kesehatan sesuai cara-cara yang telah disetujui.
6.      Ikut membantu menentukan kasus-kasus penderita, serta berusaha menindaklanjuti sesuai wewenang yang diberikan kepadanya.
7.      Ikut menilai keadaan kesehatan tenaga kerja dihubungkan dengan faktor pekerjaan dan melaporkan kepada dokter perusahaan.
8.      Membantu usaha perbaikan kesehatan lingkungan dan perusahaan sesuai kemampuan yang ada.
9.      Ikut mengambil peranan dalam usaha-usaha kemasyarakatan : UKS.
10.  Membantu, merencanakan dan atau melaksanakan sendiri kunjungan rumah sebagai salah satu dari segi kegiatannya.
11.   Menyelenggarakan pendidikan hiperkes kepada tenaga kerja yang dilayani.
12.  Turut ambil bagian dalam usaha keselamatan kerja.
13.  Mengumpulkan data-data dan membuat laporan untuk statistic dan evaluasi.
14.  Turut membantu dalam usaha penyelidikan kesehatan tenaga kerja
15.  Memelihara hubungan yang harmonis dalam perusahaan
16.  Memberikan penyuluhan dalam bidang kesehatan
17.  Bila lebih dari satu paramedis hiperkes dalam satu perusahaan, maka pimpinan paramedis hiperkes harus mengkoordinasi dan mengawasi pelaksanaan semua usaha perawatan hiperkes.

Menurut Jane A. Le R.N dalam bukunya The New Nurse in Industry, beberapa fungsi specific dari perawat hiperkes adalah :
1.      Persetujuan dan kerjasama dari pimpinan perusahaan/ industry dalam membuat program dan pengolahan pelayanan hiperkes yang mana bertujuan memberikan pemeliharaan / perawatan kesehatan yang sebaik mungkin kepada tenaga kerja
2.      Memberikan/ menyediakan primary nursing care untuk penyakit -penyakit atau korban kecelakaan baik akibat kerja maupun yang bukan akibat kerja bedasarkan petunjuk- petunjuk kesehatan yang ada.
3.      Mengawasi pengangkutan si sakit korban kecelakaan ke rumah sakit , klinik atau ke kantor dokter untuk mendapatkan perawatan / pengobatan lebih lanjut
4.      Melakukan referral kesehatan dan pencanaan kelanjutan perawatan dan follow up dengan rumah sakit atau klinik spesialis yang ada
5.      Mengembangkan dan memelihara system record dan report kesehatan dan keselamatan yang sesuai dengan prosedur yang ada di perusahaan
6.      Mengembangkan dan memperbarui policy dan prosedur servis perawatan
7.      Membantu program physical examination (pemeriksaan fisik) dapatkan data-data keterangan-keterangan mengenai kesehatan dan pekerjaan. Lakukan referral yang tepat dan berikan suatu rekomendasi mengenai hasil yang positif.
8.      Memberi nasehat pada tenaga kerja yang mendapat kesukaran dan jadilaj perantara untuk membantu menyelesaikan persoalan baik emosional maupun personal.
9.      Mengajar karyawan praktek kesehatan keselamatan kerja yang baik,dan memberikan motivasi untuk memperbaiki praktek-praktek kesehatan.
10.   Mengenai kebutuhan kesehatan yang diperlukan karyawan dengan obyektif dan menetapkan program Health Promotion, Maintenance and Restoration
11.  Kerjasama dengan tim hiperkes atau kesehatan kerja dalam mencari jalan bagaimana untuk peningkatan pengawasan terhadap lingkungan kerja dan pengawasan kesehatan yang terus menerus terhadap karyawan yang terpapar dengan bahan-bahan yang dapat membahayakan kesehatannya.
12.  Tetap waspada dan mengikuti standar-standar kesehatan dan keselamatan kerja yang ada dalam menjalankan praktek-praktek perawatan dan pengobatan dalam bidang hiperkes ini.
13.  Secara periodic untuk meninjau kembali program-program perawatan dan aktifitas perawatan lainnya demi untuk kelayakan dan memenuhi kebutuhan serta efisiensi.


E.      Fungsi dan Tugas Perawat dalam Usaha K3 (Kesehatan dan Keselamatan Kerja) Fungsi dan tugas perawat dalam usaha K3 di Industri adalah sebagai berikut (Effendy, Nasrul, 1998) :
 Fungsi
1.      Mengkaji masalah kesehatan
2.      Menyusun rencana asuhan keperawatan pekerja
3.      Melaksanakan pelayanan kesehatan dan keperawatan terhadap pekerja
4.      Penilaian


F.    Tugas Pengawasan terhadap lingkungan pekerja
1.      Memelihara fasilitas kesehatan perusahaan
2.      Membantu dokter dalam pemeriksaan kesehatan pekerja
3.      Membantu dalam penilaian keadaan kesehatan pekerja
4.      Merencanakan dan melaksanakan kunjungan rumah dan perawatan di rumah kepada pekerja dan keluarga pekerja yang mempunyai masalah
5.      Ikut menyelenggarakan pendidikan K3 terhadap pekerja
6.      Turut ambil bagian dalam usaha keselamatan kerja
7.      Pendidikan kesehatan mengenai keluarga berencana terhadap pekerja dan keluarga pekerja.
8.      Membantu usaha penyelidikan kesehatan pekerja
9.      Mengkordinasi dan mengawasi pelaksanaan K3

G.  Peran perawat dalam meningkatkan K3 (Kesehatan dan Keselamatan Kerja

Fungsi seorang perawat hiperkes sangat tergantung kepada kebijaksanaan  perusahaan dalam hal luasnya ruang lingkup usaha kesehatan, susunan dan jumlah tenaga kesehatan yang dipekerjakan dalam perusahaan. Perawat merupakan satu-satunya tenaga kesehatan yang full time di perusahaan, maka fungsinya adalah :

Membantu dokter perusahaan dalam menyusun rencana kerja hiperkes di  perusahaan

Melaksanakan program kerja yang telah digariskan, termasuk administrasi kesehatan kerja.

Memelihara dan mempertinggi mutu pelayanan perawatan dan pengobatan

Memelihara alat-alat perawatan, obat-obatan dan fasilitas kesehatan  perusahaan.

Membantu dokter dalam pemeriksaan kesehatan sesuai cara-cara yang telah disetujui.

Ikut membantu menentukan kasus-kasus penderita, serta berusaha menindaklanjuti sesuai wewenang yang diberikan kepadanya.

Ikut menilai keadaan kesehatan tenaga kerja dihubungkan dengan faktor  pekerjaan dan melaporkan kepada dokter perusahaan.

Membantu usaha perbaikan kesehatan lingkungan dan perusahaan sesuai kemampuan yang ada.

Ikut mengambil peranan dalam usaha-usaha kemasyarakatan : UKS.

Membantu, merencanakan dan atau melaksanakan sendiri kunjungan rumah sebagai salah satu dari segi kegiatannya.

NMenyelenggarakan pendidikan hiperkes kepada tenaga kerja yang dilayani.

Turut ambil bagian dalam usaha keselamatan kerja.

Mengumpulkan data-data dan membuat laporan untuk statistic dan evaluasi.

Turut membantu dalam usaha penyelidikan kesehatan tenaga kerja

Memelihara hubungan yang harmonis dalam perusahaan

Memberikan penyuluhan dalam bidang kesehatan

Daftar Pustaka
Simamora, Roymond H., Setiawan.  2017. Pengembangan Kompetensi Perawat Pelaksana Ruang Rawat Inap dalam Manajemen Pelayanan Pasien Melalui Pelatihan Penerimaan Pasien Berbasis Caring. Jurnal Riset Keperawatan Indonesia.

Simamora, Roymond H., Butar-butar, J.  2016. Hubungan Mutu Pelayanan Keperawatan dengan Tingkat Kepuasan Pasien Rawat Inap di RSUD PANDAN KABUPATEN TAPANULI TENGAH. Jurnal Ners Indonesia.

Simamora, Roymond H.  2015. Hubungan Persepsi Mahasiswa terhadap Pembelajaran Klinik Pendidikan Ners dengan Pengetahuan dan Pelaksanaan Pendokumentasian Asuhan Keperawatan. Jurnal Riset Keperawatan Indonesia.
Simamora, Roymond H. 2009.  Buku Ajar Pendidikan dalam Keperawatan. EGC.
Simamora, R. H. 2012. Buku Ajar Manajemen Keperawatan. Jakarta. EGC
Simamora,R. H. 2005. Hubungan Persepsi Perawat Pelaksana terhadap Penerapan Fungsi Pengorganisasian yang dilakukan oleh Kepala Ruangan dengan Kinerja di Ruang Rawat Inap.
Simamora, R. H. Buku Ajar Pendidikan dalam Keperawatan. Jakarta. EGC
Simamora, Roymond. H. dkk. 2017. Penguatan Kinerja Perawat dalam Pemberian Asuhan Keperawatan Melalui Pelatihan Ronde Keperawatan di Rumah Sakit Royal Prima Medan.
Simamora, Roymond. H. dkk. 2016. Pelatihan Strategi Optimalisasi Pelaksanaan Supervisi Pelayanan Keperawatan dalam rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Keperawatan di Rumah Sakit Umum.
Simamora, Roymond. H. 2016. Effect of Educational Approaches and Video Module on the role of health workers in TB case finding.
Simamora, Roymond. H, dan Ahmad Fathii. 2017. Penguatan Pengetahuan Perawat dalam Pelaksanaan Keselamatan Pasien Melalui Pelatihan Nursing Hand Over Berbasis Komunikasi SBAR.
Ahmad Fathii, Simamora, Roymond. H. 2017. The Quality of Nursing Hand Over and Effective Communication Implementation of SBAR in the Utilization of Patient Safety at Private Hospital Medan.

Laboratory Safety

Keselamatan  Laboratorium  Syarat Laboratorium yang Baik Ruangan laboratorium yang memenuhi standar adalah salah satu faktor untuk mengh...